Bisul di Wajah Metropolitan

Awan beriringan pulang ke alamnya, gelap mulai mendominasi di angkasa, ratu malam sedang dalam perjalanannya untuk berdinas menggantikan raja siang. Jalanan mulai riuh rusuh, hiruk-pikuk, hilir-mudik, kendaraan sepaket dengan klakson dan asap knalpotnya mulai berbarengan memenuhi jagat raya, mengkreasikan polusi udara untuk keberibuan kalinya. Pejalan kaki yang melangkah gontai dengan kemeja dan wajah lusuhnya berkat mencari nafkah seharian pun meramaikan trotoar jagat raya senja itu. Lampu-lampu jalan mulai dinyalakan, sorot-sorot sinar pun bercahaya dari tiap kendaraan yang memadu-padatkan jalanan, tanda senja sebentar lagi akan berganti malam. Oh, 'jam pulang kerja' orang sering mengatakannya.

Melihat kondisi lingkungan rumahku yang sudah menyentuh saat-saat padatnya jalan raya, itu penanda jam mandi soreku. Aku pun beserta dengan teman-temanku yang lain, anak-anak tetangga sebelah rumahku, tak segan-segan membuka kain-kain rombeng yang menempel lengket di tubuh kami hingga kami benar-benar telanjang bulat. Mungkin pemandangan yang tak etis untuk dipandang di tengah keramaian, tapi untungnya kami masih terbilang anak kecil. Tampak raut wajahku dan kawan-kawanku yang lain tergesa-gesa penuh dengan keantusiasan untuk segera membasahi badan kami dengan air bercorak gelap pekat dan kental yang menganga lebar di hadapan kami. 'Hmh, sepertinya segar sekali mandi sore!' batinku tidak sabar. Ngomong-ngomong, hidungku sudah terbiasa dengan wangi kali hitam pekat ini, sehingga antusiasku untuk mandi sore tidak akan luntur.

BYURR!! kawanku yang berkulit lebih keling dariku sudah buru-buru melompat ke dalam air. Sungguh sangat kontras warna air dengan kulitnya. 'Dasar keling! tunggu!' aku pun tak mau kalah dan langsung melompat ke air bersama dengan kawan-kawanku yang lain. Aku dan sebagian anak yang lain sibuk saling menciprat-cipratkan air ke wajah anak-anak lain. 'Ini lah saat yang kutunggu-tunggu sejak seharian bekerja. Aku senang bermain air sambil mandi dengan sesamaku yang lain. Asyik!' Aku mencipratkan air pada wajah sahabatku dan tak sengaja bungkus mie instan dan rokok terlempar juga ke wajahnya. 'Ups, maaf, kawan!' Saat-saat ini lah yang aku irikan dari sesamaku yang lain yang beruntungnya mereka tidak perlu memikirkan cara menghasilkan pundi-pundi sebanyak-banyaknya untuk hidup, tapi paling tidak ada sepotong waktuku untuk bermain dengan kawan-kawan meski di kala mandi sore.
 
Setelah merasa cukup bermain air sampai-sampai wajahku ini pegal tertawa melulu, aku naik ke atas. Kuraih sabun dari tangan temanku, kuusapkan pada tubuhku dari leher, tangan sampai kaki. Tak peduli tak ada satupun gelembung busa di tubuhku, yang penting aku sudah sabunan. Aku pun menertawakan seorang temanku yang lain yang masih manja dengan Ayahnya, masih dimandiin sama Ayahnya, malu ih. Tak jauh dari kami pun, di pinggiran kali, aku melirik sambil terkekeh ke arah sohibku yang rambutnya paling keriting yang sedari tadi belum selesai dengan urusan membuang isi perutnya. Kembaliku pada tubuhku, selesai kusabunan, kuoper sabunku pada kawan yang lain. Kemudian, dari sebuah genangan berisi air yang kelihatannya tak jauh berbeda warna dengan kali besar di hadapanku, aku mengambil air dari sana dengan mangkok plastik dan menjatuhkannya di sekujur tubuhku. 'Brrrrr... dingin!' Aku sedikit menggigil. Tubuhku yang kehitaman karena terbiasa tersengat matahari ini kini sudah hmhhh.... bau sabun walaupun tak sebegitu wangi dan badanku sudah segar.

Menjadi pemandangan para pengguna jalan yang baru pulang beraktivitas seharian yang melintasi jalan-jalan setapak di sekitar kami sudah hal lumrah menjadi saksi mata kami mandi sore, buang air besar, buang air kecil, atau hanya sekedar main ciprat air. Mereka pun tak lagi begitu mengindahkan kami yang berada di pinggiran samping kali hitam, di bawah jembatan layang dan jembatan busway. Begitupun dengan kami, kami mandi ya mandi seperti menikmati nyamannya mandi di bath-tub hotel berbintang lima. Beginilah ekosistem kami dan mereka sehari-hari, kita menjalaninya beriringan, begini apa adanya setiap hari tanpa maksud kami untuk merusak keindahan kota ini. Ya, kami dan mereka hidup beriringan setiap hari dan semua terlihat baik-baik saja, walaupun kami tidak tuli kalau mereka suka bilang 'ini bisul di wajah metropolitan.'

Anak Jalanan, Grogol

Comments

Popular posts from this blog

Seragam SMA = Baju Jojon

Postingan Galau

Dua Mimpi untuk Salatiga