Dalam Hingar bingarpun, Namamu Ada

Sengaja kutarik diriku dari segala kepenatan yang ada di pijakan bumi lamaku, ke pijakan lain yang penuh dengan kehingar bingaran, sebuah pentas pertunjukan seni. Mataku pun terbelalak melihat keindahan dan kemegahan penampil-penampil dan tata panggung yang terpampang di hadapanku. Awalnya kuberada di sana, masih terlintas namamu dan berbagai pertanyaan yang di awali kenapa dan itu serasa palu yang tak henti-hentinya membentur dinding kepalaku, sehingga meskipun mataku menikmati kemewahan lenggak-lenggok sang penari di tengah kilauan lampu-lampu sorot, hati dan otakku bersengkongkol memikirkan namanya, alhasil aku tidak bisa menikmati acara yang ada secara utuh. Namun, lambat laun, akupun terlarut dengan pesona yang ada di atas panggung megah dan simpel tersebut, keluwesan gerak tubuh mereka, keharmonian alunan musik perkusi, dan keindahan suara si penyanyi, hingga hati dan otakku mulai bisa menikmatinya, akhirnya. Tujuanku pun kalau begitu tidak sia-sia, aku pergi untuk lari dari bayang-bayang dia yang berkelahi dengan pikiran-pikiranku, perang di dalam tempurung kepalaku, dan aku lemah untuk membunyikan peluitku, menghentikan mereka. Sejenak aku merasakan kesuksesan dalam pelarian ini, sambil dalam hati mensyukuri keindahan seni dan menggugah asaku untuk ingin terlibat, mengembangkan, ya turut berkecimpunglah dengan si seni yang elok nian itu. Namun tak lama, sial dan anehnya dalam hingar bingarpun yang bak mendobrak-dobrak pintu hati untuk mengusir paksa para pegulat di dalam kepalaku tadi, namanya pun ada seperti hantu atau macam apa ini??!! Seorang yang duduk di depanku tanpa dosanya, memang seharusnya dia tak merasa berdosa juga karena hal ini, menyebutkan satu nama yang zlepp!! nama yang sama, nama yang sejak berhari-hari lalu berkeliaran di kepalaku, nama yang menjadi pemacu semangatku untuk melakukan pelarian ini, untuk melupakannya, meletakkannya di sudut terbelakang, dan nama itu dengan enaknya muncul tiba-tiba di tengah hingar-bingar. Detik itupun, aku merasa guci tanah liat yang hampir sempurna dengan sedikit lagi polesan, luruh lantah tak berbentuk lagi, kesuksesanku seperti piring pecah. Memang terdengar hiperbola dan aku akui, tapi rasanya memang satu adegan itu seperti bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Kenapa satu nama itu terlalu berpengaruh? Entah cara apa lagi yang kelak kulakukan untuk melarikan diri dari nama itu.

Comments

Popular posts from this blog

Seragam SMA = Baju Jojon

Postingan Galau

Dua Mimpi untuk Salatiga