Di penghujung September ini, gue lagi pengen ngomongin cinta.
Bukan apa-apa sih, lagi dapet ilham aja pas nongkrong anteng di depan TV di
weekend yang aduhai ini. Seperti biasa, postingan ini hanya ungkapan opini
tentang cinta dari kacamata seorang awam. Iya, gue. Jadi, feel free, kalau lo
punya pendapat yang berbeda. Siapa tau kita malah bisa saling melengkapi. Siapa
tau kita jodoh *ehh….
Jadi, tadi pagi agak siang ya begitulah, saat kebahagiaan menjelma menjadi sebuah
moment dimana gue bangun tidur tanpa dibangunin alarm, remot TV yang teronggok
kesepian di atas buffet pun gue temenin. Gue duduk anteng di depan TV. Tanpa
pilah-pilih lagi, gue langsung nonton program TV di NET. Waktu itu program yang lagi
main adalah Entertainment News. Seorang Fedi Nuril sedang diwawancarai soal “jodoh.”
Nah, gimana engga langsung konsentrasi gue nontonnya kalau disuguhin Fedi Nuril
yang lagi bicara soal “cinta” gini. Engga lama sih dia bicara, tapi pendapat atau prinsip yang dia sampaikan itu cukup berkesan buat gue.
Kira-kira begini adegannya.
Mungkin Fedi ditanya begini.
Fedi, kriteria calon
isterinya seperti apa?
Fedi jawab kurang lebih seperti ini.
Hmm… yang mau belajar,
karena orang kalau merasa udah bisa dan sombong itu udah parah banget. Yang
penting dia mau terus belajar. Yang satu tujuan. Itu penting banget, jadi
jangan karena kepepet usia atau ngincer harta atau apanya, tapi yang paling
penting punya satu tujuan yang sama. Kalau cantik sih… kalau udah cinta sih keliatan
cantik-cantik aja ya, pengalaman gue sebelum-sebelumnya gitu….
Mungkin Fedi ditanya lagi begini.
Oke deh, Fedi, usianya
kan udah 33 nih, engga kepengen merit?
Fedi jawab kurang lebih seperti ini.
Hmm… Dari beberapa
buku yang gue baca ya, menikah jangan buru-buru, jangan karena umur. Toh banyak
yang nikah cepet, cerai juga, malah ada yang ngasih nasehat lagi “jangan
buru-buru deh, Fed.” Hahaha. Yang penting sekarang gue terus menjadi lebih baik,
terus belajar, biar nanti gue juga dapet pasangan yang lebih baik. Jodoh itu
kan rahasia ya. Ada yang ketemu cepet, ada yang lama. Jadi yaa, gue yakin sih
menikah yang penting punya satu tujuan yang sama lah, bukan karena usia, terus
buru-buru nikah. Bokap gue juga nikah di usia 42 tahun, tapi kehidupan rumah
tangganya baik, nyokap gue bahagia, meskipun gue yakin ada cekcok juga tapi
engga pernah diliatin ke anak-anaknya. Jadi, jangan buru-buru.
Lalu, wawancara selesai. Padahal gue masih mau mandangin
Fedi Nuril, ah sudahlah. Jadi, begitu kira-kira reka tayangan yang gue tonton tadi.
Ada beberapa hal soal cinta yang gue mau soroti berkaitan dengan opini Fedi Nuril.
1. Membuka dan memperluas sudut pandang lewat Tuhan
dan buku.
Pertama-tama, gue mau kasih jejempol dulu buat Bang Fedi
karena gue setuju dengan caranya memandang soal “jodoh” atau bisa dibilang
prinsipnya soal jodoh. Gue terpukau waktu dia bilang ada beberapa buku termasuk
ilmu dari agamanya dan buku-buku lain yang ia baca tentang pernikahan.
Memang ada
baiknya kita memperluas wawasan dan sudut pandang akan sesuatu, apalagi
sesuatu itu sangat penting dan sakral seperti pernikahan. Sisa hidup akan kita
habiskan di dalam sebuah maligai pernikahan. Iya, sisa hidup. Tidak mungkin kan
kita mau sisa hidup kita menjadi sia-sia? Oleh karena itu, gue setuju dengan
Bang Fedi untuk mengenal terlebih dahulu tentang apakah itu pernikahan, apa
tujuan kita menikah, dengan siapa kita akan menikah, seperti apa seseorang yang
akan menjadi pasangan hidup kita, dan lain-lain.
Pernikahan bukan sesuatu yang
main-main--yang bermodalkan niat, umur yang “sudah waktunya”, dan materi, lalu
menikahlah. Gue rasa, ada hal lain yang lebih mendalam tentang pernikahan yang
kalau kita sudah mengenalnya akan membuat kehidupan pernikahan menjadi lebih
baik daripada kita belum mengenalnya.
Bagaimana cara mengenal lebih dalam soal
pernikahan? Beberapa caranya adalah dengan terus mendekatkan diri pada Tuhan Sang
Pencipta segala sesuatu, mencari tahu isi hatiNya tentang kita dan pernikahan,
mencari tahu tujuanNya bagi kita di dalam sebuah pernikahan; dan membaca buku-buku
bagus tentang
marriage life atau
before marriage life, dari penulis-penulis
yang bagus juga pastinya, sehingga lebih banyak lagi sisi tentang pernikahan
yang perlu kita kenal atau ketahui sebelum melangkah ke dalamnya. Bukan kah
lebih baik mencegah daripada mengobati?
2. Satu tujuan.
Ini juga gue setuju banget. Satu tujuan. Dua kereta berbeda
jurusan tidak akan pernah berjalan di jalur yang sama dalam waktu yang sama. Aduh,
oke, jelek banget analogi gue. Yang jelas, tujuan itu penting. Memang sih akan seru nyasar bareng dan temukan kejutan-kejutan selama nyasar. Tapi, mau sampai
kapan? Kalau kita sudah punya tujuan yang jelas, nyasar pun engga jadi masalah,
karena kita bisa buka peta lagi untuk mengarahkan perjalanan ke tujuan yang
tepat, kan?
Pernikahan bukan acara perayaan ulang tahun yang selesai
dalam semalam, it takes the rest of your life. Perlu ada 2 jiwa dengan 1 tujuan yang sama untuk mengemudikan perahu pernikahan. Sok tau banget ya gue kayak pernah nikah
aja. Ada banyak pasangan yang menikah tanpa mengenal tujuan pernikahan toh
pernikahannya baik-baik aja tuh. Puji Tuhan, kalau begitu. Tuhan pasti
memberkati pernikahan anak-anak yang dikasihiNya. Tapi, gue yakin sih 2 insan
berbeda pasti menyelaraskan tujuannya sebelum memasuki pernikahan dan sama-sama
mengerjakan tujuan tersebut.
Tujuan seperti apa sih yang dimaksud? Gue juga
masih terus menanyakannya. Bisa jadi, pasangan hidup lo adalah orang yang Tuhan
siapkan dan sediakan untuk mengerjakan misi tertentu di bidang tertentu. Mana tau.
Bisa jadi.
3. Jangan buru-buru.
Kita perlu mengingat pernikahan sebagai sesuatu yang sakral
dan penting, bukan sebuah trend. Apalagi suatu “paksaan” usia dan komentar para
makhluk penuh perhatian di sekitar kita. Yang akan menjalankan pernikahan
adalah kita dan pasangan, bukan orang lain. Jadi, bener tuh, nasehatnya temennya
Fedi Nuril, “jangan buru-buru deh, Fed.”
Jodoh pun rahasia, bener kata Fedi Nuril. Ada yang ketemunya
cepet, ada yang lama. Waktu yang ada saat ini, gimana kalau digunakan untuk
terus memperbaiki diri, terus belajar, terus mengembangkan diri menjadi lebih
baik, terus berkawan dengan baik? Gue juga percaya, Tuhan itu maha ditel. Kalau saat
ini kelihatannya senyap-senyap saja bukan berarti Tuhan tidak memedulikan atau melupakan bagian percintaan di hidup kita. Akan indah pada waktunya. God don’t miss a
thing. Tuhan tidak melewatkan sekecil apapun urusan hidup kita, bahkan jumlah
helai rambut kita pun Ia tahu.
4. Yang mau belajar dan yang nyambung.
Kriteria Fedi Nuril satu ini boleh juga ditambah ke kriteria kita, Sob. Seseorang yang mau belajar
itu selalu melihat hal baru untuk dipelajari, apapun itu. Seru kayaknya kalau
belajar bareng sampai ajal memisahkan nanti, hahaha. Engga sampai di situ aja,
tapi juga membagikan apa yang dipelajari ke orang lain, paling tidak ke
pasangannya.
Satu lagi, gue pernah baca kalimat yang intinya seperti ini,
“fisik yang bagus bisa menua, tapi pasangan yang nyaman dan nyambung kalo diajak
ngobrol itu lebih dari itu. Karena kita akan hidup menua bersama dengan
pasangan, kalau sama fisik bisa bosen, tapi kalau obrolan tetep nyambung dan
nyaman sampai kapanpun engga akan bosen.” Seperti itu.
Begitulah omongan cinta gue kali ini. Terinspirasi secara
tidak sengaja (tapi engga ada yang kebetulan, hehe) dari Fedi Nuril. Akan terinspirasi
dari siapa lagi ya? Hm, yang pasti siapa mengetuk, pintu akan dibukakan. Siapa mencari
akan menemukan. Jadi, kalau bener-bener kepo soal cinta dan pernikahan, kepoin
Tuhan terus yang Empunya segala sesuatu ya. Dia bisa ajarkan lewat apapun. Bersyukur untuk Tuhan yang luar biasa.
Semoga bermanfaat! Selamat menikmati proses Tuhan di bagian cinta. *ajiyeeeee J