Gue baru saja menemukan hobi baru loh: collecting
memories. Rasanya tidak cukup hanya mengandalkan memori otak untuk menyimpan
setiap memori yang dimiliki setiap tempat yang pernah disinggahi. Ini hobi yang
rawan sih, rawan terjebak di masa lalu dan sulit move on, hahahaha. Oleh karena
itu, meskipun gue suka mengoleksi memori (memori yang manis aja sih hehe), tapi
jangan ngutamain perasaan, melainkan tombol “pikiran” atau “logika” harus
selalu ON, biar gak terhanyut perasaan sendiri. :D
Sebenarnya gue menyukai sekaligus membenci juga sih hobi semacam ini, karena di satu sisi gue bisa mengabadikan memori lewat foto dan tulisan, tapi di sisi lain pasti ada perpisahan. Itu pasti. Berpisah dengan sesuatu yang sudah melekat dan hampir menyatu dengan diri kita itu menyedihkan, seperti cincin jerami yang dibuat susah payah lalu hilang diterbangkan angin entah kemana. Tapi, yaa namanya juga hidup. Seperti inti dari buku Manusia Setengah Salmon yang gue jadikan topik skripsi bahwa esensi dari hidup adalah berpindah. Mau tidak mau, kita akan menemui waktu yang menuntut kita untuk berpindah, entah itu pindah hati, pindah hubungan, atau pindah tempat.
Sebenarnya gue menyukai sekaligus membenci juga sih hobi semacam ini, karena di satu sisi gue bisa mengabadikan memori lewat foto dan tulisan, tapi di sisi lain pasti ada perpisahan. Itu pasti. Berpisah dengan sesuatu yang sudah melekat dan hampir menyatu dengan diri kita itu menyedihkan, seperti cincin jerami yang dibuat susah payah lalu hilang diterbangkan angin entah kemana. Tapi, yaa namanya juga hidup. Seperti inti dari buku Manusia Setengah Salmon yang gue jadikan topik skripsi bahwa esensi dari hidup adalah berpindah. Mau tidak mau, kita akan menemui waktu yang menuntut kita untuk berpindah, entah itu pindah hati, pindah hubungan, atau pindah tempat.
Di setiap tempat pasti ada ceritanya tersendiri dan berbeda-beda
satu dengan yang lainnya. Cerita-cerita yang menyisakan jejak memori di ingatan
kita. Memori-memori yang sayang banget kalo dilupain, hiks. Sama halnya ketika
lo udah lulus kuliah, itu artinya lo juga akan meninggalkan tempat-tempat yang
sudah melekat atau “biasa” dengan lo. Tempat biasa lo nongkrong dengan genk lo,
tempat biasa lo ngerjain tugas bareng, tempat lo biasa “memaksimalkan”
fasilitas kampus seperti wifi gratis, dll. Dan, saat ini hal itu sedang terjadi
di diri gue.
Kira-kira sudah 3,5 tahun, nyaris 4 tahun gue sudah menuntut
ilmu di Salatiga, tepatnya di kampus tercinta, Universitas Kristen Satya
Wacana, Fakultas Bahasa dan Sastra, Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Gedung F
adalah sebutan untuk gedung fakultas gue. Biasaya kita dengan santai hanya
menyebut gedung ini dengan huruf “F”nya saja, seperti ini, “Ehh, kita tunggu di
F, ya!”
Gedung yang memiliki 5 tingkat ini tidak hanya dihuni satu
fakultas saja sebenarnya, tapi 2: FBS dan Fakultas Hukum di lantai 4-nya.
Gedung ini juga memiliki banyak ruang sebagai kelas-kelas untuk beberapa
matakuliah FBS. Dari sekian banyak ruang di sana, ada satu ruang yang begitu
memorable.
Ruang 512.
Sebuah ruang di sudut lantai 5 gedung F. Biasanya begitu
keluar lift, gue berbelok ke kiri, menyusuri sebuah lorong yang tidak terlalu
panjang, dan terhenti pada sebuah ruang di sebuah pojokan. Ruang 512.
Setiap gue ke lantai 5 dengan beraneka urusan, gue selalu
sempatkan ke ruang itu, terkadang hanya untuk melongok ke dalamnya apakah
sedang ada orang di sana atau engga, terkadang untuk menyapa teman-teman yang
lagi kumpul di sana, terkadang juga untuk menghadiri rapat majalah fakultas
gue.
Ya, ruang 512 adalah ruang resmi Access Magazine, majalahnya
FBS, dimana gue menjadi salah satu anggotanya :D. Jadi, ruang ini biasa kita
pake untuk rapat atau sekedar ngobrolin ide tulisan. Meskipun ini ruang Access,
tapi ruang ini gak tertutup untuk mahasiswa/i lain yang juga ingin nongkrong di
sana asal ada paling tidak satu member Access di dalamnya, hehehe.
Ruang ini juga biasa gue sebut ruang bunglon karena
multifungsi. Selain sebagai beskem untuk ngurusin tetek bengek majalah Access,
pada faktanya ruang ini memiliki banyak fungsi lain, kayak gini:
Ruang nyuwung
Kalo di kampus pas lagi gak ada kerjaan dan
bingung mau mencari tempat bernaung dimana, maka gue akan ke ruang ini. Untuk
yang belom tau “nyuwung” atau “suwung”, kata itu artinya sama dengan “engga ada
kerjaan” atau “bosen” atau “bingung mau ngapain” yaa sejenis begitulah. So,
kalo pas lagi suwung, gue nongkrong aja di Access, ngobrol-ngobrol di sana atau
tidur-tiduran di atas alas tipis dari banner tak terpakai.
Warnet dadakan
Ruang ini juga sering banget kita (penghuni
ruang Access) sulap jadi “warnet dadakan”. Jadi, paling enak nyuwung di sana
sambil bawa laptop atau notebook atau ipad, karena sinyal wifi di lantai 5 itu
kencengnya jos gandos kotos kotos, broh. Jadi, cucok banget kalo mau OL atau
download-an di sana. Saking kencengnya wifi di lantai 5, pernah suatu waktu semua
penghuni di ruang ini menghadap laptop masing-masing dengan aktivitas
masing-masing. Persis banget “warnet dadakan” dan kita berebutan sinyal wifi
kalo bentuknya udah kayak begitu. Haha.
Tempat garap tugas
Ruang ini juga cocok buat garap (bikin)
tugas, baik itu tugas individu atau tugas kelompok. Ya, karena sinyal wifinya
cepet itu tadi, jadi kalo mau cari materi tugas di internet akan sangat
terbantu.
Tempat sholat
Ya, kita sangat menjunjung tinggi
kenyamanan penghuni Access, termasuk kenyamanan dalam beribadah. Jadi kalo udah
jamnya sholat, temen-temen yang Muslim juga bisa sholat di sini, udah ada
sejadah tersedia di ruang ini. :D
Tempat karokean
Kadang juga ruang ini jadi tempat karokean
instant berbekal winamp atau youtube, kita yang lagi stress atau suwung, bisa
memadukan suara bersama, nyanyi bareng-bareng kayak orang “bener”. Haha. Tapi,
pastinya karokean instant ini dilakuin saat sore hari sekitar jam 4 ke bawah,
pas jam kantor selesai, jadi dosen-dosen udah pulang biar ga terganggu dengan
suara rocker kita. Hahaha.
Hold on! ada lagi fungsi lain loh. Terakhir gue dapati kalo ruangan ini ternyata cucok disulap menjadi studio foto dadakan, seperti yang dilakukan sekawanan mahasiswa/i tingkat akhir yang ingin berfoto pasfoto lebih hemat dari foto di studio foto beneran untuk persyaratan yudisium, kayak di foto di bawah ini. Background birunya itu diambil dari sejenis mading berlapis kain flanel biru tua yang dijungkir balikin jadi kayak yang di poto itu loh. Kreatif kan? Ya, kreatif sama maksa emang slightly different sih alias beda-beda tipis lah. :P
Selain 6 fungsi di atas, yang bikin kangen dari ruangan ini adalah aura-nya yang
berubah-ubah. Biasanya menjelang akhir semester, para penghuni Access atau yang
biasa nongkrong di Access akan kebanjiran tugas dan kita biasa ngeggarap tugas
di ruangan ini. Nah, saat lagi stress-stress-nya dengan tugas itu lah entah
kenapa aura ruangan ini jadi “sorrow” gitu, mencekam, karena orang-orang di
dalemnya lagi pada stress, kadang juga berkeluh kesah, dan ngumpat-ngumpat. Apalagi
pas angkatan 2009 lagi sibuk nyekripsi di ruangan ini, angkatan lebih muda dari
2009ers jarang banget nongkrong di sana. Auranya gak enak soalnya. Hahaha. :P
Beda
lagi, ketika langit terlihat semakin cerah, udara terasa semakin segar, karena
penghuni Access yang mayoritas angkatan 2009 sudah menerima kabar kelulusan
masing-masing, aura ruangan ini mendadak jadi ceria, auranya jadi positif. Entah
ini perasaan gue aja atau orang lain juga merasakan aura di ruangan ini
berubah-ubah sesuai dengan kondisi batin dan jiwa penguninya.
Dari
semua deskripsi tentang ruang 512 atau ruang Access ini, this room gets the
most memorable room award from me. Hahaha. Ruangan ini akan menjadi salah satu
jejak memori di ingatan gue selama berkuliah di FBS. Ruangannya, aktivitas yang
biasa dilakukan di dalamnya, orang-orang yang biasa nongkrong di sana, bahkan
moment ketika kita pernah ditegur dosen dari ruang sebelah saking kita berisik
di dalam ruangan ini pun, semua terbungkus rapi dalam satu plastik memori di ruang 512.
I will be missing room 512! :’)
I will be missing room 512! :’)
Semoga
ruangan ini gak digusur dan tetap jadi beskem Access dari tahun ke tahun. Amin.
:’)
Kalo jaman kuliah sih nongkrongku di UKM Musik. Yes, kangen :'0
ReplyDeletewahhh pasti anak musik (yaiyalah) haha. huhuhu ia ngangenin emang tmpat2 yg biasa jd tempat nongkrong. hiks.
Deleteaduuuuh, aku kangen bingiitttt sama ruang, waktu waktu yg tertuang bersama di serpihan masa dan juga kecapan rasanyaaa...accesssssss
ReplyDeleteaw aw aw aku juga kangen bingits! :D
Delete