sebelumnya, gue mau ngucapin:
SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL! :D
semoga seluruh warga Indonesia tanpa pandang bulu bisa menerima pendidikan yang layak dan bermutu.
amin. :)
Beberapa waktu belakangan ini,
gue sedang menjelma menjadi miss Rayi a.k.a. guru part time di sebuah tempat
les. Gue ngajar bahasa tubuh ehh bahasa Inggris ding ke bocah-bocah berusia
antara 7-9 tahun. Ini bukan pengalaman pertama gue ngajar sih, tapi tetep ada
banyak hal baru yang gue temukan dan pelajari. Ecekkidot!
Mereka manggil semua guru mereka
dengan embel-embel “miss”. Semua? Iya. Yang cowok juga? Sayangnya engga ada
guru cowok di sana. Bukan karena tempat les ini hanya menerima tenaga pengajar
bergender perempuan, tapi ya karena emang belum ada aja guru cowok di sana. Dan
hal itu sangat gue sayangkan. Weits, bukan karena engga bisa “nyari” soulmate,
tapi karena bagaimanapun juga bocah-bocah kecil cowok ini butuh “role model”
dari cowok dewasa untuk ditiru. Hal-hal yang bisa mereka tiru, contohnya cara
berjalan, cara berpakaian, cara bicara, gesture tubuh, dan masih banyak lagi,
yang mana kesemua hal itu lebih baik ditiru anak-anak pria dari guru pria
mereka, ketimbang dari guru perempuan. Ngeri kan kalo ada anak kecil cowok
jalannya megal-megol gara-gara niru gaya jalannya guru perempuan? Atau horror
kan kalo tau-tau ada anak kecil cowok nyelutuk “iiiihhhh… panas deh iiihhhhh…”
dengan nada memanja gegara sering ngeliat tingkah atau denger omongan guru
perempuan mereka yang lagi kegerahan? Jadi apa nanti gedenya, men? Ohmen..
Hal yang perlu diingat adalah di
usia-usia dinilah, anak kecil lebih mudah dan sering meniru apa yang ada di
sekeliling mereka, yang tertangkap mata dan otak mereka. So, hati-hati sama
anak kecil. “Cekokin” mereka hal-hal yang baik aja biar diinget terus sampai
mereka dewasa kelak.
Eniwei, posisi gue saat ini
memang hanya menggantikan temen gue yang sedang cuti beberapa bulan. Tapi, gue
bersyukur dapet kesempatan ini karena gue memang sedang belajar mencintai
“menjadi guru” dan segala tetek bengek tentang guru. Sekalian nambah-nambah
pengalaman biar gak kaget kalau nanti jadi guru beneran, nambah-nambah
pemasukan juga sih walopun engga seberapa.
Serunya juga karena gue terjun
langsung ngajarin anak-anak kecil, seperti yang selama ini gue harapkan. Dan
kenyataan memang tidak pernah berbanding lurus dengan harapan. Kalau ada yang
bilang ngajar anak kecil itu mudah dan menyenangkan, gue gak yakin itu orang
lagi ngomong jujur :p. Tapi, kalau ada yang bilang ngajar anak kecil itu penuh
tantangan, yeah, I absolutely agree! >.<. Karena pada dasarnya karakter
setiap anak beda-beda dan itu tantangannya. Gue pun ngalamin kejadian gak enak
saat pertama kali ngajar di tempat les itu.
(Gue masuk ke ruangan lab.
komputer. Ada 3 atau 4 bocah di sana kalau engga salah)
Gue: Good afternoon! (muka
ceriah, sumringah, meronah, berbungah-bungah)
Bocah-bocah: ………………….. (hening,
men! Hening!)
(Dalam hati gue: oh, mungkin di
tempat les ini mereka engga biasa memulai kelas dengan sapaan itu)
Gue: Okay, how are you today?
Bocah A: I am fine… (yang lain
diem)
(Alhamdulilah ada yang jawab,
walopun seorang doang -____-)
Gue: Have you known me before?
Sebelumnya udah kenal sama aku belum?
Bocah-bocah: …………… (jangkrik aja
gak bunyi -_-)
(Gue nahan emosi)
Gue: Oke, perkenalan dulu ya.
(gue memperkenalkan diri) Yuk, sekarang gentian. Please, introduce yourself!
Bocah B: my name is tuan J**o
Gue: Ya? Tadi namanya siapa? J**o
ya?
Bocah B: Kan tadi udah aku
bilang. Namaku bukan J**o aja, tapi tuan J**o, karena aku bisa menghentikan
hujan. (kalo gue engga salah denger) (bocah itu ngomong dengan muka males binti
songong gitu sambil nyender di bangkunya)
Gue: Oke. (batin gue: oke, ada pawang
ujan di sini -___-)
Fakta pertama. Imajinasi anak
kecil itu masih liar. Mereka belum bisa memisahkan kapan sedang berimajinasi
dan kapan sedang berada di dunia nyata. Jangan-jangan nih ya, waktu seumuran
sih J**o, gue menyebut diri gue sebagai “nona Rayi” karena berhasil
menghentikan tukang bakso yang lewat di depan rumah -____-.
Hari pertama mengajar di sana,
gue merasa gagal menjadi guru karena engga bisa membangun suasana menyenangkan
saat belajar. Lagi juga, materi yang gue siapin terlalu berat untuk mereka.
Oke, masih pertama. Di hari berikutnya rada mendingan, beberapa anak bisa
merespon gue dan meratiin penjelasan gue, tapi si tuan pawang ujan itu masih
aja engga bersemangat di kelas. Gue mulai menarik kesimpulan, kayaknya bukan
guenya yang gagal jadi guru, tapi tuan pawang ujan yang menjadi tantangan untuk
gimana caranya gue bisa membuat dia antusias di kelas. Lalu, si tuan pawang
ujan tersebut fix gue jadikan indikator menarik atau tidaknya materi gue,
karena kalau dia udah bersemangat, otomatis anak-anak yang lain bersemangat.
Beberapa kali gue gagal membuat
si tuan J**o semangat, tapi pada akhirnya gue mulai bisa meraba materi seperti
apa yang bisa bikin dia semangat belajar. Materi tersebut adalah materi yang
membuat anggota badannya bergerak atau beranjak dari kursi. Kalau di dunia
teaching, materi tersebut termasuk ke TPR (Total Physical Response), jadi melibatkan
anggota tubuh untuk bergerak, gak cuman duduk meratiin guru ngomong.
Jadi, waktu itu gue ngasih game
ke mereka, nyanyi sambil ngedarin spidol, terus maju ke depan untuk isi
pertanyaan, dan tuan pawang ujan ini, AKHIRNYA, lincah dan bersemangat. Gue pun
menghela napas lega.
Ya, itu lah sedikit contoh kalau
karakter anak beda-beda. Ada yang suka belajar anteng, duduk diem meratiin
guru, tapi ada juga anak yang engga bisa diem, sukanya gerak. Engga ada yang
salah dengan mereka. Hanya saja sebagai guru, hal tersebut menjadi tanggung
jawab dan tantangan dalam mengajar: dengan tipe siswa yang beda-beda, gimana
caranya guru bisa mengajar dengan baik nan menyenangkan dan siswa bisa mengerti
materi dengan baik. Gue sendiri masih jatuh-bangun-puyeng-sendiri gimana nemu
style ngajar yang enak di gue, tapi juga enak di murid, hehehe. As usual, the
theory is easier than the practice. Jadi, memang perlu sering-sering latian.
iya, bener banget! anak kecil tu emang bikin emosi, makanya aku lebih suka ngajar yang udah gedean aja, yang udah nggak menganggap dirinya nona nona atau tuan tuan karena bisa menghentikan grobak sodor depan rumah. ngek. haha..cie Miss Rayi cieeee
ReplyDeletehahahaha tapi ngajar anak2 itu penuh tantangan, Meyk. kalo ngajar orang dewasa itu malah bikin emosi buatku, soalnya mereka udah dicekokin banyak hal dan prinsip2, jadi untuk menanamkan prinsip2 baru yang baik rada sulit. tapi, mau ngajar siapapun atau apapun, masing2 emang punya tantangannya sendiri. hahaha. happy teaching lah! >.< :D
Delete