Kalau Elia dipelihara Tuhan
dengan ajaib melalu daging yang dibawa si gagak. Kalau anak kost di akhir bulan
dipelihara Tuhan dengan kulineran gratis di PSBI, UKSW (Universitas Kristen
Satya Wacana). Ini kisah nyata, bukan rekayasa. Hahaha.
Jadi, Kamis (25-04-2013) lalu,
kampus gue tercinta, UKSW, menggelar sebuah annual event yang sangat keren dan
memiliki nilai budaya yang tinggi, PSBI (Pentas Seni dan Budaya Indonesia). PSBI ini diadakan 3 hari
berturut-turut, mulai dari Kamis (25) sampai malam puncaknya di hari Sabtu
(27). Rangkaian acara dalam PSBI ini pun menarik, mulai dari karnaval kostum
yang diadakan di hari Kamis, kulineran gratis dari berbagai etnis, parade band
etnis, sampai tarian-tarian tradisional. Maklum saja, mahasiswa/i UKSW datang
dari berbagai etnis di Indonesia, seperti Jawa, Batak, Kalimantan, Poso, Papua,
Kupang, Minahasa, sampai ada mahasiswa/i dari negara tetangga –Timor Leste.
Oleh karena itu, UKSW dikenal dengan sebutan “Indonesia Mini” :D.
Foto dijupuk dari website resmi UKSW
Oh iya, tema yang diusung di PSBI
tahun ini adalah “United in Diversity of Culture, Through Art and Sport”. Info lebih lanjut tentang
event ini bisa dicekidot di link resmi UKSW.
Well, karena dari 3 hari
diadakannya PSBI gue hanya mendatangi event di hari kedua, jadi gue akan lebih
banyak melaporkan liputan tentang kulineran dari berbagai etnis ala GC (Gudang
Celotehan) :D. Cekidot!
Jumat, 26 April 2013. 10.30 a.m., “Jangan lupa bawa piring dan sendok sendiri!”
Sehari sebelum mendatangi event
kulineran ini, gue mendapat tips sehat kalau mau datang ke kulineran ini, wajib
bawa piring dan sendok sendiri, guna memudahkan kita untuk icip sana icip sini. Maka, gue
dan kak Febe (rekan berburu makanan gratis) dengan sangat disengaja membawa
sebuah piring dan beberapa sendok untuk nyomot satu makanan ke makanan lainnya.
Juga, kami sengaja mengosongkan perut siang itu. We successfully looked like
professional food hunters. Yay!
Sekitar pukul 11, kami sudah tiba
di lapangan bola UKSW, lokasi kulineran dan panggung untuk parade band dan
tarian etnis. Personil pemburuan makanan kami bertambah dengan datangnya
sepasang anak kost, Kak Naomi dan Bima. Ketika kami tiba, ternyata pita
peresmian dibukanya event kulineran ini belum digunting. Jadi, kami masih harus
menunggu beberapa menit dan manusia demi manusia pun mulai berdatangan ke
lapangan bola.
Begitu pita siap dipotong, kami
perlahan mendekati gerbang masuk yang terbuat dari bambu dan bilik ini. Kita
persis seperti polisi mata-mata yang siap menggrebeg kawanan teroris yang lagi
buat dodol. Begitu pita digunting, secepat kilat orang-orang berbondong-bondong,
termasuk kami diantaranya, memasuki gerbang kecil tersebut. Untung engga roboh
itu gerbang. Di dalam gerbang tersebut, ada area berbentuk persegi yang luas
dimana di pinggirannya berdiri stan-stan kecil dari berbagai etnis. Kami pun
mendatangi stan terdekat, stannya Timor Leste. Dengan sedikit
berdesak-desakkan, kami berhasil tiba di depan loyang
makanan dan mengeluarkan senjata kami (piring dan sendok) untuk mencicip
beberapa sendok makanan yang disajikan. Makanan pertama yang gue icip bernama
Salada Detomate, bentuknya seperti selat pada umumnya, sayuran dengan lumuran
saus seperti mayonnaise. Lalu, makanan kedua dari Timor Leste ini berjudul
Biffi, bentuknya seperti daging sapi yang dilumuri bumbu dan diberi potongan
tomat dan bawang bombai. Rasanya cukup enak di lidah gue. Hanya kurang satu
hal. Kurang nasi.
Lalu, kami move on ke etnis
berikutnya. Sebenarnya saking seringnya kami pindah-pindah stan, gue lupa udah
nyicipin makanan apa aja. Yang gue inget adalah gue nyicip keripik pisang dan
kopi dari stan Lampung. Sumpah, enak banget keripik pisang dan kopinya!
Terutama kopinya. Apalagi saat itu matahari sedang terik-teriknya, kopinya
panas, dan pas diteguk. Hm….. sedap! Akhirnya gue membeli beberapa bungkus
kecil kopi lampung tersebut, hahaha.
Namun, tidak semua makanan cocok
di lidah gue saat itu, seperti sejumput sayur entah dari daerah mana yang
begitu gue icip, pahitnya amit-amit. Ada
juga ketika kami mengambil kue dari daerah Papua (kalo gak salah). Bentuknya
seperti spons cuci piring tapi agak keras dan pas kami gigit ternyata keras
banget (kayak yang kami pegang di foto sebelah). Krauk! Muka gue langsung flat (-___-). Katanya kue sagu ini emang cocok
dimakan dengan teh atau kopi, dicelupin gitu jadi engga keras. So, gue berniat
ke stan Lampung lagi buat minta kopi, eh secepat kilat kopinya udah ludes.
Ya, jika kita tidak bergerak
cepat di ajang icip-icip gratis ini bisa-bisa kita engga nyobain apa-apa,
karena makanan dan minuman yang disajikan cepat sekali ludes. Gue pun agak
menyesal karena tidak berhasil mencicipi minuman Markisa. Tapi, gue senang
karena berhasil nyobain ikan asap dan kue cucur. Hahaha.
Hanya dalam waktu sekitar
setengah sampai satu jam, event kulineran ini berakhir seiring dengan habisnya
makanan dan minuman yang disajikan di tiap-tiap stan. Acara berikutnya dilanjutkan
dengan parade band etnis.
Wah! Terimakasih Tuhan, Kau tetap
memelihara anak-anak kost yang bergantung padaMu di akhir bulan ini. Hahaha.
Gue sangat mendukung event kulineran etnis ini terus diadakan tiap tahun, malah
kalo bisa tiap bulan (bercanda! Hehehe), karena event ini bagus banget untuk
meningkatkan kecintaan mahasiswa/i akan beraneka macam budaya dan kuliner di
berbagai daerah di Indonesia. Event ini juga membuktikan betapa Indonesia
sangat kaya akan budaya, kuliner, musik, dan tariannya. Maka, di tengah
ketidaksempurnaan Indonesia
dalam berbagai hal, masih ada alasan untuk tetep bangga jadi anak Indonesia.
Aku bangga menjadi anak Indonesia! :D
Cieh Rayi sudah ngepost aja nih. aku juga mau ngepost..itu yang kue sagu juga yang dimakan Vince, waktu aku tanya, "Kui opo Cek?"
ReplyDelete"Mbuh ra ono rasane" -__________-
tapi nyenengin kita bisa mencicipi banyak rasa hanya dari satu lapangan saja!! yeah!!
hehehe pince pince.. gitu gitu juga jangan2 dia abisin haha :p
Deleteiya walopun banyak keabisan di beberapa stan juga sih >.<