Satu Mimpi di Bawah Pohon

Alkisah, di suatu desa yang damai sejahtera tanpa ada macet di jalan rayanya, tinggallah seorang perempuan bermata sipit yang manis --begitu kata Ibunya. Gadis ini hobinya naik ke pohon, rumah pohon tepatnya. Rumah pohon yang ia buat khusus untuk bermimpi setinggi-tingginya. Anehnya, ia tidak membuat atap pada rumah pohonnya, hanya dedaunan rindang dari pohon yang menjadi atap rumahnya. Alasannya, agar ketika ia sedang bermimpi, mimpinya tidak sampai kepentok atap rumah, biar mimpinya bisa tinggi setinggi langit di angkasa.


Seperti fungsinya sebagai tempat untuknya bermimpi, setiap kali gadis itu ingin bermimpi ia akan naik ke rumah pohon. Lalu, ia membaringkan badannya yang ringan di atas lantai yang berbahan kayu, kedua tangannya bertindihan sebagai alas kepalanya, dan matanya terpejam sejenak sekedar untuk merasakan sengat matahari dari celah-celah dedaunan yang menyentuh wajahnya yang dingin. "Aaaah, hangatnya!" jeritnya kesenangan dalam hati.

Setelah itu, tibalah waktu yang ia tunggu, bermimpi. Ia menekan tombol imajinasi pada kotak imajinasi di kepalanya. Kemudian, imajinasinya berlarian dengan lincah sampai menabrak sesosok makhluk berkacamata yang tiba-tiba berdiri kaku di depannya. "Duh!" keluhnya sambil perlahan mendongakkan wajah, menatap tubuh tegap itu. Kakinya mundur selangkah, heran. "Kok kamu kembali?" tanyanya dengan suara nyaris lenyap, tidak percaya.

Tanpa tedeng alih-alih, tangan makhluk itu langsung merampas tangannya, mengajaknya berlari bersama ke atas bukit. Dengan setengah enggan dan setengah ingin, gadis itu turut berlari bersamanya. Tiba di atas bukit, mereka duduk di bawah pohon rindang yang daunnya berjatuhan tertiup angin. Ilalang yang mulai meninggi di antara mereka pun bergoyangan seakan mempertunjukkan tarian selamat datang untuk sepasang insan. Melihat mereka menari dengan alunan angin, membuat gadis itu bangkit ikut menari untuk turut bersukacita. Tangannya meraih tangan makhluk itu. "Ayo!" katanya riang.

Makhluk itu hanya menggeleng malu-malu. Tanpa kenal kata menyerah, gadis itu menunjukkan gerakan sederhana. Ia merentangkan kedua tangannya, lalu memutar tubuhnya dua kali. Lalu, ia memainkan jemarinya dengan lincah seperti sedang bermain piano. Lalu kakinya melompat kecil ke kiri dan ke kanan. Ditengoknya makhluk yang masih berdiri sambil memandangnya itu. "Gampang kan?" Gadis itu mulai menari lagi dengan gerakan yang sama berulang kali sampai makhluk itu perlahan mengikuti gerakannya. Dan angin terus bertiup menjadi alunan musik untuk mereka dan ilalang menari.

Setelah selesai menari, dilihatnya makhluk itu melenyap sedikit demi sedikit, terbawa angin. Gadis itu hanya bisa terperangah sambil mengeluarkan bulir-bulir air dari matanya. Tetapi, angin mengembalikan sosok yang lain yang kini berdiri di sampingnya dengan wajah dingin. Sosok itu mengantarnya pulang tanpa menggandengnya, tanpa bersuara, tanpa ada celotehan jenaka sepanjang jalan, bahkan hembuasan nafasnya pun seakan tak terasa. Gadis itu hanya bisa berjalan di sampingnya sambil menautkan kesepuluh jarinya. Wajahnya merengut seperti bosan dengan perjalanan panjang ini. Tetapi, ia terus melipat tangan & menautkan jemarinya sampai sosok di sampingnya mengeluarkan satu kata untuknya, entah kapan.


Meski perjalanannya sepi, ia mencoba terus menikmatinya dengan bayangan-bayangan sosok berkacamata yang terkadang mampir hanya untuk membuatnya menyunggingkan senyum-senyum kecil yang timbul-tenggelam selama di perjalanan...

Comments

Popular posts from this blog

Seragam SMA = Baju Jojon

Postingan Galau

Dua Mimpi untuk Salatiga