I used to think that being myself is all I need. But, I've just realized that being myself and being ignorant to grow up is nearly the same.
Dulu gue pernah mati-matian menanamkan dalam kepala, gue ya gue, dia ya dia, do not dare to compare! Memang setiap orang memiliki keunikkan masing-masing dan baik untuk dipertahankan. Tapi, sering kali anggapan "menjadi diri sendiri" itu digunakan dengan keliru. Pula, ternyata anggapan "menjadi orang lain" dan "pertumbuhan menjadi dewasa" nyaris sama dan sulit dibedakan. Namun, jika kita sedikit saja lebih peka dan berpikir positif, dengan sangat mudah mereka dapat dibedakan.
Gue pernah bertemu seseorang, yang gue percaya lagi-lagi setiap pertemuan dengan orang baru pun bukan hal kebetulan, dia berusia lebih tua dari gue dan memiliki lebih banyak pengalaman di bidang yang kami geluti. Secara kami adalah dua insan yang berbeda, cara kami menghadapi sesuatu pun berbeda, tapi sudah banyak "makan asam garam" pun menjadi faktor penting dan berpengaruh di dalam menghadapi segala sesuatu.
Beberapa kali kami sering saling bercerita dan berpendapat tentang banyak hal. Gue pernah sangat ngotot kalo apa yang gue udah lakukan adalah paling benar, that's me and the way I deal with a thing. Namun, di matanya cara gue salah, lalu dia sampaikan pendapat juga sarannya. Gue bersikukuh dengan pendapat gue sendiri, dan menolak untuk "mejadi orang lain" dengan mengikuti sarannya yang engga "gue banget." However, that's not the end.
Gue mikirin lagi saran sekaligus kritik darinya dan tiba pada suatu pemahaman bahwa gue sudah terlalu tinggi membangun tembok hingga menutupi diri dari semua hal yang mungkin lebih baik efeknya buat diri gue sendiri. Saran dan kritikan dari orang lain yang lebih berpengalaman bukanlah pemaksaan untuk menjadi orang lain. Mereka telah beberapa langkah di depan gue, pernah melewati jalan-jalan yang saat ini gue lewati, dan tahu bagaimana baiknya melewatinya. Mereka justru sangat baik karena mau berbagi ilmu, bahkan mungkin sedang menolong kita agar tidak jatuh di jalan dimana dulu mereka pernah jatuh. Gue akhirnya berterimakasih pada teman gue itu dan berjanji untuk gak lagi ngotot dengan pikiran "gue mau jadi diri sendiri, gue engga mau jadi orang lain."
Setelah saat itu, gue mulai membuka pikiran dan menemukan anggapan yang keliru tentang "menjadi diri sendiri". Contohnya seperti ini, gue adalah orang yang lebih suka diam. Ketika di sebuah pertemuan besar membahas beberapa hal, sering kali gue menemukan ide, namun menyimpannya dan menyampaikannya ke teman dekat. Ketika ada orang lain yang bilang, "sampein aja di forum," gue akan menolak dengan malu-malu sambil bilang dalam hati "itu kan elo, gue kan engga gitu orangnya." Padahal yang sebenarnya adalah gue sudah terlalu lama membatasi diri gue pada kemampuan sebatas menyimpan ide, belum menyuarakannya. Gara-gara paham "gue emang gini orangnya" yang terlalu lama tertanam di kepala, perkembangan menjadi pribadi yang lebih baik pun terhambat.
Itu hanya satu contoh. Tanpa sadar, mungkin ada lebih banyak lagi hal-hal baik dan membangun yang sudah kita tolak gara-gara anggapan yang keliru tentang menjadi diri sendiri. Hati-hati ya, guys. Coba dipikirkan lagi, bisa jadi hal-hal yang kita anggap berusaha mengusik kita untuk menjadi orang lain bukanlah hal-hal yang harus ditolak mentah-mentah. Lo memang akan jadi orang lain, orang lain yang lebih baik dari sekarang.
Lalu, "menjadi diri sendiri" seperti apa yang benar? Benar dan salah bukan gue yang memutuskan. Namun, bagi gue, yang terpenting adalah tidak menutup diri dan membatasi diri dengan pikiran "gue ya gini orangnya." As time goes by, we should grow up, shouldn't we? So, open our mind and grow up. When you can be better than who you are now, why get stuck to be just you? Let's be better you! :)
No comments:
Post a Comment
monggo komentar membangunnya. saya dengan senang hati akan membaca dan membalasnya. :) makasih juga sudah melipir ke blog saya, jangan jera-jera untuk datang kembali, ya, hehehe. God bless you :).