Badan masih sehat, pikiran juga. Jadi, tidak ada salahnya
jika esok hari libur, lalu malam sebelum esok diisi dengan travelling atau
bahasa gaulnya “ngebolang”. Udah lama ga ngebolang, rasanya otot-otot kaku
(padahal karena jarang olah raga :p). Tapi, tetap gue jabanin yang namanya
ngebolang, apalagi ngebolang di tengah rutinitas harian yang… mengempetkan
(halah bahasa apa itu -,-“).
Oke, ngebolang gue kali ini ga perlu jauh-jauh, karena
memang waktunya tidak memadai, selain karena kocek juga gak merestui. Jadi,
destinasi gue kali ini adalah Jakarta. Bosen ya sama Jakarta? Kalau dari orok
sampe gede di Jakarta emang wajar sih kalau bosen, secara yang disuguhi ibukota
ini cuma 3 hal: macet, polusi, dan paket macet plus polusi. Ya sudah lah ya,
disyukuri aja. Berhubung gue bukan anak darah Jakarta, jadi masih banyak tempat
di kota ini yang belum gue sambangi, salah duanya adalah Plaza Festival Kuningan
dan Taman Suropati, yang mana menjadi target ngebolang gue.
Kali ini, gue bukan single bolang-er, tapi double alias gue
pergi bareng sohib kerja, panggil aja dia miss Ina. Miss Ina ini adalah peta
gue, karena kalau gak ngintilin dia, gue udah terdampar nunggu taksi karena aku
tersesat dan tak tahu arah jalan pulaaaaaaaang yeah~ (oke, Rumor, jangan
lama-lama nyanyi di blog gue ntar pada galau).
Sepulang kerja, setelah disirami dengan santapan rohani,
kita melenggang menaiki bus kota. Puji Tuhan, kami dapet duduk dan otomatis
terlelap dibuai semilir angin berdebu dari jendela bus yang terbuka. Lumayan,
mengistirahatkan mata. Setelah bus kota, kami berdesak-desakan di bus primadona
Jakarta, bus apalagi kalau bukan BUSWAY.
Karena jam pulang kerja, alhasil kami harus rela
dempet-dempetan dengan penumpang lain. Ilmu keseimbangan tubuh sangat berguna
dalam kondisi ini. Gimana bisa dapet ilmu itu? Sering-sering aja naik busway di
sore hari.
Oh iya, salah satu perlengkapan perang kalau kalian memilih
naik busway adalah masker. Jangan lupa, selalu sedia dan pakai masker, karena
lebih baik menghirup bau sendiri daripada bau orang-orang di busway yang
beraneka rupa, ya kan?
Busway menibakan kami di destinasi pertama, Plaza Festival, Kuningan. Kata miss Ina, plaza ini udah berubah banget dari yang ia kunjungi dulu, sekarang bentuknya mall. Tapi, untung berubahnya jadi mall, bukan kebun binatang ya. Nah, biar gak sia-sia hanya ketemu mall, akhirnya kami melancong ke toko buku bekas. Toko buku bekas adalah toko yang jarang kami temui di daerah tempat kerja, jadi wajib kami kunjungi.
Pemilik toko buku bekas ini pasti orangnya rapi, karena
buku-buku di toko ini tersusun rapi semua sampe gak tega mau ngambil bukunya.
Takutnya pas gue ngambil satu buku di antara tumpukan buku lainnya, buku-buku
lain langsung jatuh berantakan, terus gue disuruh rapihin lagi satu-satu. Kan
males kan? Ya udah gue gak jadi ngambil buku, apalagi beli. Haha! Alasan yang
bagus, bukan? (BUKAN! >.<)
Puas bernostalgia dengan buku-buku lama, kami melanjutkan
perjalanan ke destinasi berikutnya, Taman Suropati. Kami naik bus kota lagi.
Di dalam suatu perjalanan, sudah tidak aneh lagi kalau kita
bisa bertemu siapa saja. Kalimat bijak berkata, “people come for a reason” bisa
jadi mereka datang untuk menjadi teman, pengalaman, pelajaran, atau… cobaan.
Kayak kenek bus satu ini. Bersyukur kami dipertemukan dengan
kenek bus ini karena dia memberi petunjuk jalan dan kendaraan mana yang harus
kami tumpangi untuk sampai ke destinasi kedua, tapi gak pake ngejek juga
keleeees. Masa doi cengar-cengir pas tau gue ngidam Suropati gegara belum
pernah ke sana. Tau deh yang kenek, udah kemana-mana. Sabar… sabar… lalu, gue
terpikir menjadi kenek biar bisa travelling kemana-mana (PLAK! -.-“).
Untuk sampai ke taman Suropati, kami perlu jalan beberapa
meter dulu. Itung-itung jalan sehat. Setibanya kami di taman, alunan asik
saxophone menyambut kedatangan kami. Wah! Bentuk taman ini memang serupa dengan
alun-alun di beberapa kota di Jawa Tengah sih. Letaknya di tengah kota,
sehingga menjadi spot favorit untuk nongkrong.
Agak kaget juga, di tengah hiruk pikuk Jakarta dengan
gedung-gedungnya yang berusaha menyentuh langit dan merobek lapisan ozon, masih
ada pepohonan rindang dan besar di taman ini. Bagai mata air di gurun sahara
atau es teh pas kepedesan di bawah panas terik matahari.
Taman ini cukup luas. Banyak bangku dan ada kolam, juga
sarang burung daranya. Entah kenapa ada burung dara di sana, mungkin biar jadi
tambah rame aja, tapi semoga gak ditambahi rusa ya, bisa-bisa jadi kebun
binatang nih taman.
Oh iya, kenapa ada saxophone? Karena memang ada orang yang
memainkan saxophone di sana (Yaiyalaaaaah). Asiknya dan bedanya taman ini
dengan alun-alun yang gue temui di Jawa Tengah adalah orang-orang yang
nongkrong di taman ini kreatif-kreatif. Ada yang jogging sendirian, ada yang
duduk sambil mainan hape sendirian, tentunya ada yang pacaran, ada juga
komunitas-komunitas yang sedang beraktivitas di taman ini seperti komunitas
dance, musisi, bahkan ada komunitas rohani yang lagi ibadah di tengah keramaian
taman. Nah, semua perbedaan aktivitas dan komunitas tersebut tetap berjalan
masing-masing dengan harmonis. Indah loh! Engga ada yang mengganggu satu sama
lain, semua boleh beraktivitas positif masing-masing.
Bedanya lagi, taman ini bersih dari pedagang kaki lima.
Tapi, kalian tetap bisa makan nasi goreng. Loh kok bisa? Bisa dong, karena ada beberapa orang yang menjajakan menu
makanan ke para pengunjung taman ini. Lalu, jika kita pesen, pesanan kita akan
dibawakan ke taman ini. Gue belom liat juga sih mereka itu masak makanannya
dimana, pastinya di tempat lain di luar taman.
Nah, bagi pelancong seperti kami, asiknya adalah sembari
kami duduk santai dan ngobrol, telinga kami dimanjakan dengan alunan saxophone
gratis dari sekelompok anak muda. Pasti saat pagi atau sore taman ini jadi
lebih asik lagi. Kalau malam, gelap soalnya.
Mengingat perjalanan pulang kami masih jauh, jadi kami gak
berlama-lama di taman ini. Setidaknya, rasa penasaran sudah terpuaskan. Kami
pun menunggu bus kota yang mengantar kami pulang.
Jakarta oh Jakarta, memang satu-satunya ibu yang engga
pernah tidur seharian. Sudah hampir tengah malam, masih banyak orang seperti
kami, menunggu bus kota yang tak kunjung tiba di halte daerah Gambir, Merdeka
Timur. Bosan dengan menunggu dan menahan lapar, akhirnya kami foto selfie,
hahaha habis mau ngapain lagi.
Untunglah masih ada bus dan lebih untungnya lagi masih ada
bangku kosong. Segera kami ambil posisi untuk meletakkan pantat dan kepala,
lalu terlelap. Beneran deh, engga bisa nolak tidur kalau naik bus kota, kecuali
kalo pas gak kedapetan tempat duduk.
Rasanya bahagia tiba di daerah kekuasaan kami (area kost-an)
dengan sehat selamat. Buru-buru kami mencari apapun yang bisa kami makan karena
lapar yang tak tertahankan. Sepiring nasi goreng ikan asin plus telur ceplok
setengah mateng yang bersanding dengan segelas teh tawar hangat menjadi penutup
sederhana yang memuaskan perut gue.
Terimakasih Tuhan untuk pengalaman melancong beberapa area
di ibukota, terimakasih miss Ina sudah menjadi rekan ngebolang yang handal,
saya senang bekerja sama dengan Anda. Hahaha. Next, ngebolang kemana lagi ya?
Hmm… J
Saya juga senang ngebolang dengan Anda, sekalian bisa mengasah kemampuan the Lonely Planet saya ... siapa tau bisa menulis buku the Lonely Planet berbahasa Indonesia ... atau sekalian aja diganti judulnya pake bahasa Indonesia ya? Planet Kesepian???? setuju???? :p
ReplyDeletehahaha buku apa itu Ms? ak malah baru denger.. ganti aja judulnya jadi Lonely Jakarta biar bikin orang mikir "whaatt??? mana bisa????" haha
ReplyDeleteitu, buku yg isinya lokasi-lokasi di suatu tempat yang perlu dikunjungi dan cara-cara menuju lokasi itu...itu buku wajib para bolangers dan backpackers (apa bedanya? :P) di seluruh dunia...
ReplyDeleteohh gitu.. kayak the naked traveler gitu ya, ms.. bikin aja ms judulnya The Lonely Jakarta hahaha biar bikin kening orang berkerut "mana bisaa?" hehehe
Delete