Yipppiieee!!!! teriak gue girang sambil salto-salto dalam khayalan, dalam kenyataan push up aja belom bener. Akhirnya setelah sedikit tersiksa dengan kondisi di sekitar gue di kota kecil yang lama-lama bikin sumpek ini, gue pulang juga ke kota halaman (karena Depok lumayan lebih gede dari Salatiga hehehe). Seperti biasanya tiap kali libur semester gue pulang ke Depok ditemani Rosalia Indah, dia bukan tante gue, bukan juga ibu gue, apalagi pacar gue (waaa eke masih suka pria boo!), tapi dia itu armada bus malem yang jadi langganan gue tiap kali pulang. Pulang ke kota halaman kali ini gue ingin lebih simpel dalam barang bawaan, belajar dari pengalaman pulang yang lalu-lalu. Pernah pas pertama kalinya gue pulang ke rumah saat libur semester awal kuliah, bawaan gue udah kayak orang mau pindahan rumah, gedenya koper gue aja lebih jumbo dari badan gue, bawanya aja penuh perjuangan nyeret-nyeret tuh koper sepanjang jalanan Kemiri ke jalan raya. Malu iya, pegel-pegel iya, tapi itu semua ga mengalahkan antusias gue untuk pulang ke rumah, maklum baru pertama kalinya pulang setelah berbulan-bulan merantau di kota orang (bundooooooooooooo hiks hiks sroooooooottthhhh). Oleh karena itu, sekarang tiap kali pulang ke rumah gue selalu berlajar dari pengalaman-pengalaman pulang sebelumnya. Yang jadi masalah adalah setiap mau pulang ke rumah adaaaaaaa ajaaaaaaaa kekonyolan yang terjadi entah itu karena dewi fortuna kurang berpihak pada gue atau karena kebodohan yang gue buat yang akhirnya jadi bahan pembelajaran (tuiiirrrrr men bahasanyeee). Tadi contoh pertama kebodohan yang gue lakuin saat pulang ke rumah part 1. Kekonyolan lainnya pas pulang ke rumah part 2 adalah gue yang untungnya ditemenin Erez pas mau berangkat ke terminal mesti repot-repot ngebungkus koper dengan kain kresek hitam sumbangan dari ibu kos gue, karena hari itu hujan deras. Dan berjalanlah gue dan Erez menapaki jalanan Kemiri yang sepanjang jalan kenangan itu sambil nyeret-nyeret bungkusan hitam besar, sepintas gue dan Erez udah kayak teroris lagi nyeret bom gede dalam kresek item yang bisa membumiratakan Salatiga dalam sekejap, tapi mana ada teroris terang-terangan nyeret bom kayak kite. Kekonyolan part 3 pas gue pulang liburan semester 3 adalah hari itu lagi-lagi hujan, heran setiap kali gue pulang mesti hujan kayaknya alam ga rela gue pulang dan bebas dari kota kecil ini (sungguh sadisnya alam tiri kayak ibu tiri aja). Saat itu hujan lebih deras dari hujan-hujan saat biasanya gue pulang ke rumah, sementara jam terus berputar mendekati jam bisnya tiba di terminal dan gue masih di kos, gue nyoba nyari pertolongan tumpangan ketemen-temen tapi karena berbagai alasan yang gue terima akhirnya gue berpaling minta tolong tukang ojek. Sayangnya, tukang ojek ngasih harga terlalu tinggi, dan guepun hampir stres sendiri di bawah payung di tengah guyuran hujan. Satu-satunya alternatif adalah memaksa Zilpa nganterin ke depan gang, untungnya dia mau (Ihh Zilpa baik deh! goceng, Zil). Kepanikan takut ditinggal bus pun mendorong gue untuk menyarter angkot sampai ke terminal. Selama di dalam angkotpun gue memelow gara-gara apesnya hari itu, si supir angkot pun kelihatan memerhatikan penumpang satu-satunya ini dari kaca spion, ikutan melow, ditambah masih hujan. Sampainya di terminal, ternyata gue masih harus nunggu si bus yang belom dateng (gue menghela nafas seplong-plongnya). Belajar dari ketiga pengalaman gue saat pulang ke Depok yang gue ceritain barusan, sekarang kepulangan gue ke Depok untuk yang keempat kalinya harus lebih well-prepared. Dimulai dengan mendoakan cuaca agar tidak lagi-lagi hujan (bukannya panggil pawang loh), membawa barang bawaan secukupnya biar ga merepotkan diri sendiri, dan datang lebih awal untuk menjagai kali-kali hujan datang. Pukul setengah 4 gue sudah ready to go. Untungnya sohib gue Erez dan motornya Ka Febe berbaik hati nganterin gue ke terminal. Ditambah lagi, Tuhan mengabulkan doa gue, hari itu engga hujan, cuma gerimis sangat sebentar. Pukul 4 sore, gue udah tiba di terminal padahal bus gue baru dateng pukul setengah 7 malam dan bisa ditebak kalau gue penumpang pertama yang udah nangkring di agen Rosalia Indah. Alhasil sembari nunggu, gue ngebrel-ngebrel sama Eres, sayangnya motornya Kak Febe ga bisa ikutan ngebrel (kasian jadi motor. hoho). Kita ngobrolin sebuah penampakan di depan kita yang sangat unik itu. Tentang seorang ibu yang mandiin 3 anak laki-laki kecilnya di keran depan agen bus ini. Tiga bocah itu telanjang (untung masih bocah) sambil lari-lari kesana-kesini kemara-kemari (kemara? --a) tanpa ada rasa malu, ya begitulah jadi bocah ibarat Adam yang belum jatuh ke dalam dosa. Si ibu membawa teko air di sebelahnya sambil gosokin sabun ke badan bocah pertama. Yang kita takjubkan adalah saat ini teko bukan hanya bisa jadi tempat air untuk nyeduh kopi, susu, atau teh, tapi juga bisa buat mandiin anak kecil (boleh dicoba --d). Berikut sedikit obrolan gue dan Erez menanggapi penampakan itu.
Erez: Berasa lagi di komplek perumahan aja ya.. (Sambil moto adegan ibu mengguyur anak pake ember merah. Ember loh, ember, bukan gayung lagi!)
Gue: Iya, terminal bisa jadi komplek juga ye. Lama-lama komplek bisa jadi terminal deh.
Erez: Jaman semakin aneh.
Gue: Ckckckckck
Bayangin deh kalau bus-bus gede plus angkutan kota berlalu lalang di area komplek melewati ratusan polisi tidur. Terus banyak anak kecil yang lagi main di area jalanan komplek jadi korban tabrak lari gara-gara angkot yang jalannya seenak udel (waaaaaaaaaaaa buyarkan bayangan!!!!! ><)
Begitulah kekonyolan-kekonyolan yang terjadi tiap kali gue pulang ke rumah di Depok bukan ke rumah Bapa setiap libur semester. Gue masih berharap kepulangan gue mendatang hujan tidak datang :)
Ini foto bus yang menjadi langganan gue tiap pulang ke rumah.
No comments:
Post a Comment
monggo komentar membangunnya. saya dengan senang hati akan membaca dan membalasnya. :) makasih juga sudah melipir ke blog saya, jangan jera-jera untuk datang kembali, ya, hehehe. God bless you :).