Meski sudah lewat setahun, kenangannya masih berkesan di ingatan. Waktu itu, gue dan keluarga berkesempatan untuk menikmati libur di bulan Juli
tahun 2015. Kami memilih Bandung sebagai destinasi untuk di-eksplore. Seluruh
personil keluarga lengkap ikut trip kali ini. Ada Bapak, Ibu, Bagas, gue, dan Prita, juga satu orang supir.
Itinerary yang mungkin telah dibuat oleh Bapak dan Ibu sudah tertata apik di dalam kepala mereka, karena gue gak melihat ada lembaran itinerary. Jadi, gue menduga semua jadwal trip ini udah terekam di kepala ortu gue.
Perjalanan menuju Bandung dari Jakarta kala itu tidak melulu padat, jadi kami lebih cepat sampai di Bandung. Bapak langsung mengarahkan pak supir untuk ke destinasi pertama. Waduk Djuanda.
#1 Waduk Djuanda
Kami tiba di lokasi Waduk Djuanda cukup pagi, sekitar pukul 10 atau 11 gue lupa. Matahari sedang terik-teriknya bersinar. Gue udah engga peduli lagi kulit bakal tambah eksotis kalau melenggang di area waduk ini pukul segitu. Jadi, tanpa pikir panjang, gue dan keluarga langsung berjalan santai di area Waduk sambil menikmati semesta Bandung yang indah niah di kanan dan kiri kami.
Area waduk ini cukup sepi karena berdekatan dengan pemukiman warga sekitar yang mungkin tak lagi terpesona dengan keberadaannya. Mungkin juga bukan jadi destinasi favorit turis lokal yang traveling ke Bandung. Gue sih tetep suka. Justru yang sepi begini yang eksklusif dan bikin lebih puas.
Sayang disayang, kami gak bisa masuk ke Waduk, karena menurut satpamnya sih sedang ada perbaikan gitu. Akhirnya, kami cukup berpuas diri dengan dimanjakan alam di sekitar waduk yang engga bikin nyesel. Puas berfoto di sekitaran Waduk Djuanda, kami meneruskan perjalanan untuk mencari "tempat ngadem" untuk menikmati bekal makan siang yang sudah disiapkan Ibu dari rumah. Biar travelling ini tetap fun dan terkontrol pengeluarannya. Hehehe.
By the way, untuk masuk Waduk Djuanda seharusnya tidak dikenakan biaya, menurut Bapak, karena tidak tercantum biaya masuk juga di sekitar pintu masuk waduk. Tapi, berhubung sedang musim liburan dan pak satpam di sana seperti melihat "peluang", maka ia minta Rp. 50.000 sebagai biaya masuk untuk kami semua, beserta mobil. Baiklah.
Tidak begitu jauh dari Waduk Djuanda, kami menemukan rerumputan luas berdekatan dengan danau. That looked suitable for our lunch place. Di bawah rindang pohon besar, kami menggelar tiker yang kami bawa, you know, "tiker" is a must for family trip, isn't it? Makanan dan minuman juga digelar. Ibu dengan telatennya menuangkan nasi beserta lauk, juga meracik kopi dan minuman lainnya untuk kami. Nah, that was a good idea to always bring your coffee sachets and a bottle of hot water wherever you travel to, I guess. That would perfect your moment.
Pemandangan di depan kami, juga semilir angin menjadi teman makan siang kami yang apik. Gue tidur-tiduran terlentang sebentar. Nikmatnya wajah diterpa sinar matahari yang menembus celah-celah dedaunan. Menatap ke kehijauan dedaunan di atas gue, gue bersyukur mudah sekali menikmati semesta.
Selesai dengan makan siang, kami melanjutkan destinasi. Berhubung kami tiba di Bandung lebih awal dari jadwal di dalam kepala Bapak. Jadi, kami masih punya cukup banyak waktu dan rencana diubah, dari yang harusnya langsung ke hotel menjadi meluncur langsung ke Ciwidey, Kawah Putih! YASSSS!!!!
Cukup jauh perjalanan yang ditempuh untuk menuju Kawah Putih. But, I really enjoyed it! Because travelling isn't all about arriving at the destinations, but being on the way to the destinations. So, sejak saat itu gue menyukai kata "on the way." Hahaha.
Ah! Bandung, I love you! Udara menuju Ciwidey dingin dan sejuk. Mata terus dimanjakan dengan hijaunya tanaman liar dan milik warga, kebun stroberi, pepinusan, menyambut kami, "WILUJENG SUMPING!"
#2 Kawah Putih
Here we go. Kawah Putih. Kami tiba cukup sore sekitar pukul 4, tapi lokasi wisata Kawah Putih belum ditutup. Malam sedikit, Kawah Putih ditutup untuk siapapun. Tak sabar, tak sabar!
Dari pintu masuk tempat membayar tiket, kami harus melalui jalanan berkelak-kelok terlebih dahulu untuk tiba di pelataran parkir Kawah Putih. Ramai, iya tempat parkirnya ramai. Berbeda dengan Waduk Djuanda sebelumnya.
Gue langsung turun dari mobil, cengar-cengir sendiri, muka otomatis sumringah kalau disuguhin tempat macem begini. Jaket sudah membalut badan gue dengan hangatnya, tak lupa bawa masker jaga-jaga kalau gak kuat dengan bau belerangnya.
Belum tiba di kawah, tukang foto keliling sudah menawari kami foto di tulisan besar Kawah Putih. Maka, berfotolah dulu kami. Lalu, langsung kami menuruni tangga kayu menuju kawah. Duh, ramai.
OMG! OMG! OMG! Is this Indonesia? This is amazingly aweeeeeesome!!!!!!! Pekik gue dalam hati. Saking takjubnya mungkin gue engga sadar mulut gue nganga dan aroma belerang dengan leluasanya masuk ke tubuh gue. Gue sungguh dibuat terpesona dan terkagum-kagum dengan keindahan alam Kawah Putih. Seperti di film-film, seperti di dunia peri, even like I'm in the heaven!
Pasir putih terhampar luas, air kawah yang terlihat berwarna kehijauan muda, pepohonan hanya berranting tanpa daun, bebatuan besar hitam nan kokoh berdiri di sekitaran kawah seperti seorang raja yang siaga dengan kedua lengan kekarnya menjaga permaisuri kecilnya yang cantik jelita, Kawah Putih. Perfect blend! Beautifully artistic colors blend! How could GOD have a good taste of art when HE created it? How great Thou Art!
My words aren't enough to describe how wonderful Kawah Putih is, no words could describe it though. Tuhan Maha Keren! AlamNya indah banget banget banget!!!
Tak lupa kami berfoto bersama di Kawah Putih, dan juga gue berfoto sendiri dan motoin alamnya. The best camera is my eyes anyway. Thank GOD, then, thank You so much.
Sebelum hari bertambah gelap, kami merelakan permaisuri cantik kembali ke pelukan sang raja dan kami kembali menelusuri Bandung menuju hotel. Selamat datang, kemacetan.
Hari berikutnya. Selamat pagi, Bandung. Kami siap menuju Tangkuban Perahu. WOOHOO!!!
Jalanan yang menanjak dan berkelak-kelok harus kami lalui sebelum sampai di tujuan. AC mobil kami matikan, lebih seru dan sejuk pakai AC alam. Gak pernah bosen gue menemui pepohonan dan sawah selama di jalan, karena pemandangan yang kayak begini yang dikangenin dari bosennya rutinitas di Jakarta, kan. Dan, semesta yang kayak gini yang bikin lupa semua beban di Jakarta, termasuk kerjaan, kemacetan, polusi, dan keriweuhan lainnya.
#3 Tangkuban Perahu
Setibanya di lokasi wisata Tangkuban Perahu, kami segera meng-eskplore. Berfoto dan berjalan. Ada tracking buatan untuk menuju lebih dekat melihat ke kawah dan bentuk gunung Tangkuban Perahu. Kalo tracking, tetep seruan ngedaki gunung beneran, lebih challenging. Hehehe.
Tak hanya turis lokal, banyak turis mancanegara juga turut menikmati keindahan Tangkuban Perahu. Kami bertemu dengan sepasang turis muda dari Jerman. Seperti biasa, Bapak yang begitu bangganya dengan negaranya dengan sukarela dan modal bahasa Inggris alakadarnya menceritakan legenda Tangkuban Perahu yang terkenal itu. Dan, pasangan turis ini mendengarkan dengan seksama sambil mengangguk-anggukkan kepala, entah benaran mengerti atau engga. Hahaha. Lalu, kami berfoto bersama untuk merayakan pertemanan.
Lelah berjalan menyusuri area setapak di sekitaran Tangkuban Perahu, kami rehat di sebuah warung kecil di pinggiran jalan, masih di area Tangkuban Perahu. Menikmati minuman dan cemilan hangat khas tempat dingin, bandrek dan ubi dan pisang goreng. Mak Nyessss!
Sisa hari kami di Bandung dihabiskan untuk wisata belanja dan beli oleh-oleh di Ciampelas.
Dari semua destinasi wisata di Bandung, favorit gue adalah Kawah Putih, karena it felt like I was brought to a fairy world!^^ However, I loved all those tourism objects we visited. That was an epic family trip! Thank God for that!
Kami tutup family trip ini dengan ucapan syukur untuk kesempatan traveling bareng keluarga yang bikin lupa sama Jakarta ini. Katanya, liburan yang sukses itu liburan yang berhasil bikin kita lupa sama kerjaan. And, we, especially I did it!
Selamat berkunjung ke Bandung! ^^
GOD bless you.