Masa-masa kejayaan kereta sebagai moda transportasi di
kehidupan gue adalah saat SMA. Rutenya lumayan jauh ukuran anak SMA yang
kemana-mana naik angkot kayak gue, biasanya Depok-Jatinegara, sejauh-jauhnya
Depok-Kota. Itu pun gue selalu naik kereta rame-rame bareng temen-temen, kalau
sendiri sih mending gue diem aja di rumah kayak arca.
Waktu itu, sudah sangat jelas, gue seringnya naik kereta
ekonomi. Kita harus bersyukur loh, kereta ekonomi sekarang gak se-neraka jaman
gue SMA dulu. Gila, gue juga engga habis pikir kenapa dulu mau-maunya merelakan
masa abege gue jadi pepesan di kereta ekonomi. Penuh, panas, dempet-dempetan,
berdiri, baunya gak karuan, belom lagi was-was copet dan orang-orang mesum.
Luar biasa kan nelangsanya.
Selain itu, dari sekian banyak rel dan jalur tujuan kereta
di stasiun, gue selalu bingung yang mana jalur yang menjadi tujuan gue dan yang
mana kereta yang bakal gue naikin. Itu dia, kenapa gue engga pernah naik kereta
sendiri karena kengerian salah jalur atau salah kereta itu.
Namun, semua telah berubah. Seiring dengan semakin
canggihnya telepon genggam, semakin canggih juga rasa percaya diri gue (yang
mana hasil dimotivasi temen-temen kuliah juga. :p). Jadi, gue dan beberapa
teman dekat semasa kuliah ngadain kumpul-kumpul, let’s say reunian
kecil-kecilan, ya kita-kita aja sih ehh kami-kami aja, cuman berlima. Kami
pilih Cirebon sebagai lokasi paling strategis berhubung gue dan sohib-sohib ini
udah berpencar di berbagai daerah di pulau Jawa.
Bermodal pengalaman naik kereta semasa kuliah yang begitu
mencekam, sebenarnya gue enggan naik kereta sendiri, ke luar kota pula. Tapi,
berkat temen kuliah gue yang menyemangati dan meyakinkan dengan slogan “gak
seserem bayangan elu kok, Cik” dan niat gue yang engga mau kalah canggih sama
smart phone, akhirnya gue beranikan diri untuk menyanggupi tantangan ini. Ya,
tantangan naik kereta ke Cirebon PP sendiri. Biar kayak solo backpacker juga
sih.
Bersyukur acara kami ini deketan dengan ulang tahun KAI,
jadi gue dapet tiket kereta eksekutif harga ekonomi, cing, buat pulang nanti.
Berangkatnya gue dapet tiket kereta ekonomi.
Tiket dipesan di Ind*maret, dapet minuman teh botol, lalu
gue sungguh engga sabar untuk naik kereta ke Cirebon PP sendiri. Sebelumnya gue
udah minta tolong temen kerja untuk nemenin nyetak tiket kereta di Senen
sekalian belajar cara nyetak tiket dan survey stasiun. Fyi, this was my very
first time! Gue engga mau buang-buang waktu di hari H dengan muka pelancong
plengo yang nyasar di stasiun. Jadi, sekalian nyetak tiket, sekalian gue survey
dimana nanti gue akan mengantri masuk dan dimana kereta gue akan bertengger.
Ternyata! Sekarang udah enak ya di stasiun. I mean penumpang
engga usah bingung harus kemana dan dimana keretanya, karena di Stasiun Senen
khususnya sudah ada semacam lorong-lorong bertuliskan nama kereta sesuai jam
keberangkatannya (jangan sampai telat, lho, keretanya in time banget!) dan
jalur antrian penumpangnya, jadi untuk first timer kayak gue engga akan jadi
pelancong plengo. Sohib gue bener, “engga seserem bayangan elu kok, Cik.”
Hari H.
Tibalah harinya. Gue udah engga sabar. Pulang kerja, tanpa
berganti kostum, gue langsung pesen g*jek melaju menuju Stasiun Senen. Sesampainya
di sana, masih lumayan lama sih nunggu kereta gue berangkat, jadi gue mampir
dulu di Es Teler 7*. Gak laper, tapi pesen makan supaya bisa duduk nunggu jam
keberangkatan kereta. Gak laper, tapi abis makanannya. Haha.
You know, salah satu keseruan berpergian sendiri adalah you
will definitely meet new people and places. You can be anyone you wanna be or
you can be simply you, and none knows your history. Everyone you meet is new,
kecuali kalo engga sengaja ketemu orang yang udah dikenal, terus bilang kalimat
paling laris di dunia “dunia sempit ya.” Lalu, ada beberapa orang memutuskan
untuk membuka obrolan dengan orang lain yang belum dikenal. Ya, pastinya
liat-liat juga ya, kalau yang ngajak ngobrol tampilannya serem dan bawa senjata
tajam, mending mundur teratur deh. Nah, saat gue makan di Es Teller 7* ini,
ada seorang mbak berkerudung yang ngajak ngobrol, kebetulan kami sama-sama
pergi sendiri dan ternyata sama-sama first timer di dunia perkeretaan. Kami
ngobrol sebentar, biar otot-otot wajah juga tidak tegang. Saat sudah jamnya,
kami berpisah.
Gue naik kereta ekonomi bernama Tegal Arum. Mencari bangku
gue dengan beberapa kali tanya orang karena masih gak ngeh gerbong-gerbongnya.
Lalu, gue duduk manis di bangku panjang bersama 3 orang lainnya.
Enak sih kereta ekonomi sekarang, sudah ber-AC, bersih,
semua penumpang duduk di bangku masing-masing, ada colokan jadi gak usah
khawatir baterai ponsel abis, dan gak ada tukang asongan yang wara-wiri di
sepanjang gerbong, yang ada petugas kereta yang bawa troli makanan dan minuman
untuk dibeli, bahkan katanya ada gerbong khusus kantin gitu yang jualan kopi dan
minuman juga makanan lainnya.
Nah, soal bangkunya. Bangkunya itu sandarannya 90 derajat
bentuknya, jadi bener-bener tegak lurus. Di situ yang kurang nyaman sih karena
untungnya gue masih manusia yang komposisi punggungnya bukan dari triplek atau
kayu, jadi pegel coyyy kalo sandarannya tegak lurus dan gak bisa di-setting
agak mundur kayak bangku eksekutif gitu. Iya, emang itu sih kekurangannya
kereta ekonomi. Tapi, gue rasa masih bisa dibuat lebih nyaman lah bangkunya,
jangan 90 derajat banget lah. Ke Cirebon yang hanya makan waktu sekitar 2 jam
aja udah bikin punggung gue pegel banget, gimana yang destinasinya lebih jauh lagi.
Tapi, good job untuk PT. KAI karena kenyamanan kereta ekonominya udah much better than
before.
Ngomong-ngomong, berhubung gue adalah first timer di dunia melancong
dengan kereta, jadi seluruh panca indera gue harus terus berfungsi dengan baik.
Terutama, mata buat meratiin tiap kereta berhenti di stasiun mana, stasiun tujuan
gue bukan, dan buat ngecek jam. Di tiket juga sudah ada jam berapa gue akan
sampai di stasiun tujuan anyway.
Berkaitan dengan panca indera, hal lain yang seru ketika
naik kereta adalah bisa denger deru kereta yang melaju cepat atau ketika satu
kereta melaju bersebelahan dengan kereta lain yang berlawanan arah dengan
kereta kita. Suaranya khas aja dan kadang ngagetin.
Setelah sampai di stasiun tujuan, maka turunlah. Yaiyalah yaa,
jangan sampe kebablasan atau salah turun stasiun ya. Inget, ini kereta, bukan
busway yang kalau salah turun bisa nunggu busway berikutnya tanpa bayar lagi.
Hihihi.
Waktu itu gue disambut hangat dengan senyuman lebar dan
pelukan dari sohib kuliah gue yang tercinta. Perjalanan naik kereta ke Cirebon
PP sendiri ternyata benar seperti yang dia bilang, “gak seserem bayangan elu
kok, Cik.”
Cobain, deh! Seru!
Selamat melancong menggunakan kereta api! ;)